Untuk memulainya, dapat dilakukan "semampunya" dulu dengan menyisihkan separuh dari hari hasil panen padi untuk diolah menjadi beras.
Hitungan ekonomi sederhananya adalah :
Jika harga gabah 180.000/ karung (ditempat kami menjual dalam bentuk per karung dengan berat 35-36 per karung) sehingga GKP 5.000/kg. Dengan melakukan penjemuran 2-4 hari yang tentunya dipengaruhi oleh cuaca (upah menjemur kalau di penggilingan per karung Rp 2.500-3.000), lalu di giling di heler yang menghasilkan bersih untuk petani biasanya 19 kg (ditambah biaya penggilingan 1 kg). Lalu petani dapat menjual beras tersebut dengan harga Rp 11.000 - 12.000/kg, keuntungannya pun akan meningkat. Bagaimana dengan pemasarannya? Dengan berkelompok (kelompok tani), tentu hal ini tidak akan menjadi masalah. Itulah yang telah kami lakukan sejak tahun 2015 lalu dalam kelompok tani Rimbun, sehingga produk beras kami berupa beras Ampek Angkek yang telah mendapat nomor registrasi PSAT (Pangan Segar Asal Tumbuhan) dari Dinas Pangan Sumatera Barat telah mampu menembus beberapa mini market di kota Bukittinggi dan kota lainnya di Sumatera Barat, Riau dan di pulau Jawa. Juga beras Ampek Angkek dapat menembus Minang Mart dan Transmart di Padang dan Pekanbaru.
Lalu apa faktor yang dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan?
1. Budidaya
Dalam melaksanakan budidaya, dibandingkan dengan petani zaman dahulu (dibawah tahun'90 an), mereka masih banyak mempergunakan bahan organik atau memanfaatka ketersediaan di alam sebagai pupuk. hasil panen yang didapat pun sangat berkualitas. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya "Rangkiang" tempat menyimpah gabah yang sanggup bertahan lama dengan tidak mempengaruhi kualitas gabah dan beras yang dihasilkan. Saat ini petani kita serba instan dengan memakai pupuk kimia secara berlebihan terutama urea (nitrogen/N). Dengan memakai nitrogen yang berlebihan, banyak gabah yang kurang atau tidak bernas serta beras nya pun banyak terdapat noktaf putih.
Solusinya adalah:
-Dengan mengurangi pemakaian urea dan memperbanyak pupuk yang mengandung fosfor (P) sehingga gabah bernas banyak didapat.
-Kembali ke alam dengan pertanian organik. Bobot gabah padi organik berbeda dengan padi konvensional dan rasanya sudah pasti lebih enak dengan perlakuan organik
2. Perlakuan waktu panen
Hal ini telah dibahas dalam postingan terdahulu yaitu " Menghitung losis panen padi"
3.Penangan pasca panen dan penggilingan padi yang tepat
Proses pengangkutan dan penjemuran padi sering kali diabaikan oleh petani dan pelaku heler. Padahal jika diperhatikan, pada saat penjemuran pun tidak sedikit padi yang hilang. Diaataranya karena padi yang kurang bernas dan terbuanngnya gabah akibat pemballikan yang kurang baik.
Dalam proses penggilingan padi dari GKG (Gabah Kering Giling) menjadi beras, kadar air sangat menentukan hasil dan kualitas beras.
Uji coba ini kami lakukan penggilingan padi di penggilingan Limo Jurai dan Bangkit Jaya. Hal ini dikarena kelompok tani Rimbun belum memiliki penggilingan padi sendiri. Dengan tidak memiliki penggilingan padi sendiri, kelompok/petani akan dirugikan dengan tidak termanfaatkannya hasil samping dari proses penggilingan yaitu:
-Dedak
Dedak selain untuk pakan ternak, juga bisa dibuat berbagai macam olahan makanan
-Menir
Juga selain untuk pakan, menir dan beras patah dapat dijadikan tepung beras dan selanjutnya diolah menjadi berbagai makanan
-Sekam
Dapat untuk proses pembakaran dan juga bahan pembuatan kompos
Semoga kedepannya petani tidak lagi fokus ke budidaya saja, namun juga harus mampu mengolah sendiri hasil panennya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar