Jumat, 09 November 2018

Petani bukanlah profesi pelarian

Petani bukanlah profesi pelarian


Sebagian besar petani yang ada sekarang, menjadi petani merupakan pilihan terakhir setelah mereka gagal menjadi PNS, karyawan kantoran dan lainnya. Juga faktor pendidikan yang rendah turut juga menjadi penyebab mereka tidak bisa bersaing mendapatkan lapangan kerja atau menciptakan lapang pekerjaan sendiri. Masih banyak petani sekarang ini yanng mencintai profesi petani ini, baik awalnya merupakan sebuah keterpaksaan ataupin keinginan mereka sendiri. Pendidikan petani itu sendiri pun banyak yang tamatan SLTA bahkan tak sedikit pula petani yang sudah bergelar sarjana turun ke sawah dan ke ladang serta ke kandang untuk mempraktekkan ilmu yang telah mereka terima di bangku kuliah.
Namun demikian, kita masyarakat patut bersyukur, karena masih ada orang yang terjun ke dunia pertanian, bergelimang lumpur dan bermandikan keringat.
Tapi, terkadang kita tidak menghargai jerih payah petani dengan menganggap pekerjaan itu sebagai pekerjaan tidak bermutu dan juga kehidupan petani identik dengan kemiskinan
Ungkapan itu sering dialamatkan kepada petani. Bahkan angka kemiskinan di Indonesia, didominasi oleh warga yang berprofesi sebagai petani.

Kenapa para petani Indonesia identik dengan kemiskinan. Sebelum mencap petani itu miskin atau pun hidup dibawah garis kemiskinan, kita perlu mengelompokkan petani itu berdasarkan kegiatan dan aktivitas petani itu sendiri.

Kamis, 08 November 2018

Pemberdayaan LKM-A bagi kesejahteraan petani

Pemerintah melalui kementrian Pertanian telah banyak memberikan bantuan kepada petani baik melalui Kelompok tani maupun Gapoktan. Bantuan tersebut berupa Alsintan, benih , pupuk dan juga bantuan modal dana. Diantara bantuan berupa dana tersebut antara lain adalah untuk Gapoktan yaitu LKM-A.

LKM-A merupakan kelanjutan dari program PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaan) tahun 2008 lalu. Setiap Gapoktan yang menerima dana PUAP sebesar 100 juta rupiah, ,membentuk sebuah kelembagaan keuangan berupa LKM-A (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis). Keberadaan LKM-A ini bisa dijadikan oleh petani sebagai modal untuk berusaha tani, melengkapi kebutuhan pertanian.

Namun , masih banyak masyarakat dan petani yang masih beranggapan bahwa apapum bentuk bantuan dari pemerintah adalah gratis sehingga tidak perlu dikembalikan.
Ada beberapa hal yang menjadi penyebag kegagalan LKM-A ini, yaitu kelemahan atas regulasi LKM-A itu sendiri, yaitu status keanggotaan dan kepemilikan. Dana LKM-A boleh dipinjamkan kepada anggota dan non anggota. Dari kebijakan ini timbul pertanyaan, apa hak dan kewajiban anggota dan yang tidak anggota. Jika dana itu diselewengkan oleh pengurus atau nasabah tidak mengembalikan dana pinjamannya, belum ada tindak lanjut akan hal tersebut.


Kedepannya,dibutuhkan regulasi yang lebih dalam dan komprehensif untuk mengatasi kelemahan yang ada saat ini. LKM-A dengan bisnis utamanya usaha simpan pinjam, sulit untuk berkembang dengan persaingan lembaga keuangan yang mempunyai mosal lebih besar. Pemerintah perlu membuat alternatif lain seperti Bank Pertanian seperti yang diamanatkan UU no 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan. Tentu dengan regulasi yang matang sehingga bisa dirasakan manfaatnya oleh petani.



Namun demikian, masih banyak LKM-a yang masih bertahan dan tetap eksis sampai saat ini dengan mengelola atau mempunyai aset jutaan bahkan milyaran. Hal ini karena pengelolaan dan manajemen yanng jelas baik dari Gapoktan itu sendiri maupun pengelola LKM-A. Pendidikan manajer, jumlah pengelola, jenis layanan dan tingkat kepercayaan masyarakat dan petani terhadap pengurus dan pengelola..
Di kabupaten Agam, ada beberapa LKM-A yang cukup berhasil dalam mengelola dana PUAP itu, diantaranya adalah LKM-A Panampuang Prima di kec Ampek Angkek dan beberapa LKM-A lainnya. LKM-A ini bahkan telah bergerak ke bidang syariah sesuai tuntutan zaman sekarang ini. Tapi, masih banyak juga LKM-A yang tidak jelas keberadaannya, dikarenakan ketidakmampuan manaerial pengurus Gapoktan dan pengelola LKM-A serta anggapan masyarakat yang mana bantuan itu adalah gratis.


#salamberkarya

Kamis, 01 November 2018

Nasib penyuluh pertanian sekarang

Ketika penyuluh pertanian di simpang jalan.

Keluarnya UU no 23/2016 dan PP no 18/2016, memunculkan asumsi bahwa penyuluh pertanian akan kehilangan "rumah ", dan urusan kepegawaian mereka akan sulit. Asumsi itu adalah salah, hanya penyederhanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) saja dari Badan Penyuluhan ke Dinas pertanian.
Begitu juga dengan Balai Penyuluh Pertanian (BPP) yang selama ini berada dibawah badan pelaksana penyuluhan kabupaten, berubah menjadi Unit pelaksana teknis Dinas (UPTD).
Disaat penyuluh perikanan dan penyuluh kehutanan ditarik ke pusat dan provinsi, penyuluh pertanian tetap menjadi wewenang pemerintah daerah. Namun, perbedaan pandangan tentang pentingnya peran penyuluh pertanian bagi pemda, membuat penyuluh pertanian seolah merasa terabaikan. PP no 18/2016 secara substansi sebenarnya tidak berpengaruh terhadap kinerja para pertanian, karena tugas dan fungsi penyuluh pertanian di semua daerah tetap terjaga seperti pada UU no 16/2016 yaitu sebagai pendamping dan pembina petani. 


Hanya saja, jika pemda memiliki kelembaban penyuluh yang berdiri sendiri, akan lebih memudahkan koordinasi dalam pelaksanaan tugas mereka. Jika melihat di lapangan, penyuluh merasa "lebih nyaman " jika memiliki wadah tersendiri.
Namun, dimana pun penyuluh itu bernaung, tugas dan fungsi mereka tidak akan berubah, dan tugas kepenyuluhan itu tidak tergantung kepada lembaga yang menaungi mereka tapi lebih kepada peran dan fungsi mereka untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan petani. 


Petani menuju anggota DPRD

YANG PAHAM NASIB PETANI, CUMA PETANI

*Saatnya Antarkan Wakil Petani ke Kursi Dewan*
Eksistensi petani dalam menyongsong pesta demokrasi tahun depan tidak bisa dipandang sebelah mata. Kuantitasnya yang sangat mendominasi merupakan sebuah power yang sangat dahsyat untuk meraih sebuah tahta kemuliaan. Namun dibalik semua kelebihan kuantitas tersebut, seolah-olah organisasi masa yang tersebut selama ini seakan *"menjadi tamu di rumahnya sendiri"*.
Semua itu lantaran sangat minimnya keterwakilan massa terbanyak tersebut dilembaga yang sangat terhormat yakni dewan perwakilan rakyat. Kalau lah kita boleh ekstrim, petani hanya sering dijadikan objek *"iming-iming agenda lima tahunan"* semata. Dikala hajat telah terpenuhi, harapan tinggal harapan, janji tinggal janji dan kehidupan para *"pahlawan pangan"* tersebut kembali seperti biasa.
Memang ironis, memang miris kita melihat kehidupan para petani yang harus bekerja keras dengan berbagai multi kendala dan masalah yang dihadapinya. Seperti halnya, semakin tingginya biaya produksi, serangan hama yang tak diduga, terkadang juga masalah pemasaran yang belum berjalan secara maksimal.

Semua itu solusinya, harus ada kebijakan yang mengarah pada peningkatan standar hidup petani yang lebih layak lagi. Kita juga tidak munafik, sudah banyak program yang dikucurkan pemerintah untuk menepis semua permasalahan yang ada. Namun program yang bersifat "top down" seakan tidak mampu menjawab semua masalah yang dihadapi para petani. Sangat diperlukan serapan aspirasi yang bersifat "button up" dan sangat mengetahui sedetail mungkin akar permasalahannya.
Nah, tentunya program yang lahir dari keinginan para petani itu harus dibarengi dengan kehadiran orang-orang yang sangat paham serta mengetahui seluk beluk masalah dunia pertanian. Mereka tersebut diharapkan mampu menjadi *penyambung lidah* bagi para petani dalam memutuskan berbagai kebijakan dunia pertanian yang berpihak kepada kepentingan para petani itu sendiri.
Untuk menjawab kondisi itu, mau tidak mau, suka tidak suka, kalangan insan pertanian yang sangat paham dan mengerti serta memiliki naluri akan dunia pertanian begitu dibutuhkan untuk mewakili petani *"duduk"* di lembaga legislatif, baik tingkat kabupaten kota, propinsi maupun pusat.
Mumpung tahun depan merupakan pesta agenda lima tahunan untuk merubah nasib petani, tidak ada istilah lagi para petani yang tidak mau menyalurkan aspirasinya lantaran sudah pesimis terhadap kondisi selama ini, karena khusus di kabupaten kota, atau propinsi sudah ada kalangan para calon-calon anggota legislatif itu berasal *"MURNI DARI PETANI"*. Malahan sudah ada muncul calon-calon anggota legislatif tersebut berasal dari orang-orang yang selama ini berkecimpungan sebagai pelaku kebijakan ditataran birokrasi yang sudah memasuki purna tugas serta orang yang memiliki naluri yang tajam akan kemajuan dunia pertanian.

Saat ini hanya tinggal lagi bagi kita, akankah amanah tersebut akan kita berikan kepada mereka yang tidak mengerti sama sekali dengan permasalahan kita selaku petani atau minimal untuk satu periode ini kita berikan peluang dan kesempatan kepada *insan-insan terbaik* mereka untuk mencoba mewakili insan-insan pertanian di lembaga legislatif guna bisa berbuat lebih banyak lagi untuk para petani-petani serta para pelaku pertanian yang sudah sangat paham akan keruwetan yang dihadapi petani selama ini.
Kalaupun kita sudah sepakat untuk tahun depan *mengusung insan terbaik petani* ke lembaga legislatif, tentunya sikap kita tidak hanya sekedar memberikan "like" pada setiap postingan yang ada, namun sikap menyatukan suara dengan merapatkan barisan khusus bagi para petani tentunya akan membawa imbas yang sangat signifikan.
Tidak ada waktu lagi, segera ajak teman-teman petani untuk merapatkan barisan dengan rasa dan keinginan yang sungguh-sungguh untuk memberikan amanah kepada *"kawan-kawan terbaik petani* atau kepada *orang yang sangat paham akan dunia pertanian* untuk duduk sebagai anggota dewan periode mendatang.

Sekaranglah saatnya, kita para petani bangkit untuk menjadi penentu kebijakan dunia pertanian di daerah kita sendiri, karena "orang yang tahu akan nasib petani lah yang akan mampu berbuat lebih banyak lagi untuk dunia pertanian". Selamat berjuang para insan terbaik pertanian, selamat merapatkan barisan bagi "pahlawan pangan", *tunjukkan pada dunia*, kalau petani itupun bisa sebagai subjek tatanan pemerintahan, bukan hanya sebagai objek semata.
*Ayooo...antarkan wakil petani kita duduk di kursi dewan yang terhormat tahun depan, kalau tidak sekarang, kapan lagi, kalau tidak dari kita kalangan petani, dari siapa lagi, karena dewasa ini sudah saatnya petani untuk bicara, baik bicara aspek pertanian khususnya dengan tidak mengesampingkan aspek pembangunan di bidang lainnya. .....*
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum, sebelum kaum itu sendiri yang mengubah keadaannya sendiri. (QS Ar Ra'ad 11).
( *Wahyu Al Ghifari* : Penulis Pemerhati Masalah Pertanian dan Sosial Kemasyarakatan)
Salam Berkarya

Kedaulatan Pangan bagi Petani

Hari pangan sedunia diperingati setiap tahun pada tanggal 16 oktober, tanggal ketika Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) , lembaga Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) didirikan tahun 1945.
Apakah petani Indonesia sudah sejahtera?

Karena sudah sejak lama petani berada dalam garis kemiskinan atau dengan kata lain daerah kantong kemiskinan di negeri ini sejak lama berada diwilayah dengan basis utama ekonomi rakyat adalah sebagai petani. Kedaulatan pangan harus diiringi dengan kedaulatan petani, artinya petani berdaulat atas harga bahan pangan yang lebih tinggi langsung dari petani.
Selain itu untuk mewujudkan kedaulatan tersebut hal lain yang perlu diperhatikan adalah mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk dan pestisida kimia yang nyatanya selama ini berdampak terhadap menurunnya kualitas tanah. Juga akses permodalan dan penerapan teknologi pertanian yang masih kurang dan belum merata sehingga berdampak pada skala pengelolaan lahan dan juga efisiensi dalam kegiatan usaha tani. Disamping itu, masih lemahnya manajemen usaha tani dalam penanganan pasca panen sehingga produk pertanian yang dihasilkan harus sesuai dan layak untuk kebutuhan pasar.
Jika harga pangan meroket naik, pemerintah "menjerit", namun ketika harga pangan jatuh, petani yang menanggung sendiri. Tentu perlu terobosan baru dengan penetapan harga standar untuk produk pertanian dan tidak bisa semua hasil pertanian itu harganya diserahkan ke mekanisme pasar, karena selama ini petani tidak bisa menentukan sendiri harga hasil panennya.
Kedaulatan petani akan tercapai jika persoalan tersebut bisa terpenuhi dan tentunya ada niat baik dari semua pemangku kepentingan /kebijakan untuk sungguh-sungguh lagi berupaya membawa petani jauh dari ketertinggalan ekonominya. Hal ini hanya bisa diperbuat oleh orang-orang yang memahami dan langsung merasakan bagaimana suka dukanya menjadi petani.
Jika hal tentang kedaulatan petani terpenuhi, maka dengan sendirinya akan bisa menarik generasi muda untuk menekuni bidang pertanian. Bisa dibayangkan jika kesejahteraan petani zaman sekarang terabaikan, kedepannya siapa lagi yang akan mengolah lahan untuk menanam tanaman pangan yang akan kita konsumsi nantinya. Jangan lagi menjadi petani itu profesi pilihan terakhir atau karena keterpaksaan.

Selamat Hari Pangan Sedunia.
Salam Berkarya


#caripartainomor7
#coblosnomorurut2

Buat apa Petani menjadi anggota DPRD?

BUAT APA PETANI JADI ANGGOTA DEWAN?

Sudah sana, ambil cangkul pergi ke sawah!

Ungkapan itu sering disampaikan jika petani maju sebagai calon legislatif. Petani adalah hanyalah latar belakang seseorang untuk yang maju menjadi caleg. Petani maju sebagai caleg tentu terutama untuk membawa aspirasi para petani yang diwakilinya demi terwujudnya kedaulatan petani menuju kesejahteraan petani. Petani sejahtera, tentu masyarakat juga akan ikut menjadi sejahtera. Karena sebagian besar penduduk Indonesia bermata pencaharian atau berprofesi sebagai petani.
Lalu bagaimana dengan caleg dengan latar belakang pengacara, wartawan, pengusaha, ustadz dan berbagai profesi lainnya yang juga ikut maju menjadi calon legislatif? 


Janganlah masyarakat luas memandang profesi petani itu hanya sebagai profesi untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat. Mereka pun berhak untuk memiliki wakil "se profesi" di DPRD. Khawatir akan kemampuan mereka, tentu semuanya melalui waktu dan proses.

Jangan ragukan kemampuan petani!
Saatnya petani memiliki keterwakilan di DPRD Kab Agam!
Jika tidak sekarang, kapan lagi!
Salam Berkarya



#gantidprdkabAgamdapil4
#caripartainomor7
#coblosnomorurut2

Saatnya Pemuda Berkarya Berpolitik

Pemuda dan Politik
Sebagai bagian dari komponen bangsa, PEMUDA tidak dapat melepaskan diri dan menghindar dari politik. Keberadaan dan kiprah PEMUDA merupakan bagian dari produk politik dan terlibat baik langsung maupun tidak langsung, nyata maupun tidak nyata dalam kehidupan politik.
Seyogyanya PEMUDA harus mampu menemukan kembali agenda perjuangan, sebagaimana dulu pernah dicetuskan dalam beberapa agenda yang tercatat dalam sejarah bangsa.
PEMUDA diharapkan mampu mengambil peran penting untuk mengembalikan substansi demokrasi sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan sosial. Sehingga pemilu bukan menjadi tujuan, melainkan alat yang seharusnya memberikan kebermanfaatan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Maka perlu kiranya, PEMUDA mengambil bagian terhadap terselenggaranya pemilu yang damai, berkualitas dan bermartabat.

PEMUDA sebagai agen perubahan harus dapat mengawal proses transisi demokrasi kearah yang lebih substantif, yakni terlaksananya pemilu secara free n fair.
PEMUDA harus dapat tampil sebagai agen penjaga moral dan etika politik dalam proses demokrasi.
PEMUDA harus dapat tampil sebagai penjaga demokrasi, menghormati hak dan kewajiban orang lain, menghargai perbedaan pilihan dan tidak terjebak pada pragmatisme politik.
PEMUDA Hebat
PEMILU Damai
INDONESIA Berjaya
"Selamat Hari Sumpah Pemuda"
Salam Berkarya
#2019gantidprdAgamdapil4
#caripartainomor7
#coblosnomorurut2